Jumat, 27 Mei 2016

PESONA DERAWAN DAN BAHAYA YANG MENGANCAM



Pulau Derawan, siapa yang tidak pernah mendengar namanya. Salah satu area wisata bahari yang menurut saya ketenarannya bisa disejajarkan dengan Raja Ampat. Pulau Derawan secara geografis terletak di semenanjung utara perairan laut Kabupaten Berau, kalimantan Timur. Pulau ini merupakan salah satu dari tiga kecamatan lain di Kepulauan Derawan (sumber = Wikipedia). Untuk menuju ke Pulau ini bisa ditempuh dari kota Berau, maupun Tarakan. Bila berangkat dari Berau, maka perjalanan dilanjutkan dengan jalur Darat menuju Pelabuhan Tanjung Redeb sekitar 3 jam, kemudian dilanjutkan melalui jalur laut dengan waktu tempuh 45 menit saja. Bila berangkat dari Tarakan, perjalanan akan dilalui dengan jalur laut selama 3-4  jam dari kota menuju Pulau Derawan. Tapi sayangnya, tidak ada kapal Reguler yang langsung menuju Pulau Derawan, jadi kita harus menyewa Speed boat.

Bagi saya, pengalaman pertama mengunjungi Pulau Derawan saat itu luar biasa banget, pokoknya HEBOH dan WOW. Bagaimana tidak, dapat kesempatan bisa trip Gratis menikmati keindahan kepulauan Derawan (sekali lagi terimakasih untuk Mas Harry (@Derawanfisheries), Angga (@angga_ata) selaku pemilik dan pengelola acara). Sudah tergambar donk keindahan-keindahan panorama pulau Derawan dalam imajinasi saya. Benar saja, begitu sampai di pulau cantik ini, suguhan manis pun saya dapat. Laut yang jernih, bisa menikmati matahari terbit dan tenggelam, sampai bintang yang berhamburan di langit saat malam, melihat penyu yang mondar-mandir tanpa perlu ikut masuk ke air, alias bisa dilihat dari atas dermaga atau bahkan depan kamar penginapan yang saya tempati (Derawan Fisheries).


Sunset Derawaan
Penyu di Pulau Derawan (foto oleh @indahfwt)
Laut yang jernih di Pulau Derawan
Sunrise Derawan






Milkyway Derawan
Namun dibalik keindahan yang saat ini masih bisa saya maupun kita nikmati, tersimpan bahaya yang sedang mengancam di Pulau ini.  Saat ini, masalah yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Derawan adalah sampah, terutama sampah plastik. Faktanya, penyumbang sampah terbanyak di Pulau Derawan adalah sampah plastik bekas tempat makan dan minum. Menurut mas Harry, warga Pulau Derawan sudah memiliki kesadaran akan sampah, tapi pada akhirnya mereka tidak punya pilihan lain selain membuang sampah ke laut. Hal itu dilakukan karena warga sudah tidak cukup tempat atau area yang bisa digunakan untuk membendung sampah yang menumpuk, terutama sampah plastik. Saat saya tanyakan tentang bagaimana solusi tentang masalah tersebut, hal itu dijawabnya dengan nada sedih “ disitu yang masih jadi masalah. Pengajuan kapal khusus pengangkut sampah sudah kami ajukan ke pemerintah sejak tahun 2013, tapi sampai sekarang belum ada realisasinya. Masyarakat disini jika dibilang sadar sampah, sudah memiliki kesadaran. Tapi kalau tidak ada area untuk membuang tumpukan sampah, terpaksa mereka membuangnya ke laut.”



Selain masih berharap pemerintah dapat memberikan fasilitas kapal pengangkut sampah, mas Harry  ingin mengajak warga, terutama pengusaha cathering mulai meminimalisir penggunaan plastik untuk keperluan pelayanannya kepada tamu. Penggunaan kotak makan stereofom dan gelas berbahan plastik sekali pakai sebaiknya diganti ke bahan yang bisa digunakan berkali-kali ( kotak makan khusus, dan gelas kaca). Well, saya berharap besar bahwa keindahan pulau Derawan bisa terus terjaga, tidak menunggu waktu sampai menuju ke keadaan yang tidak diinginkan. Seakan menunggu bom waktu yang siap meledak. Pemerintah, warga lokal, dan juga kita sebagai wisatawan yang berkunjung perlu untuk memiliki kesadaran dan aksi untuk terus menjaga alam kita.

2 komentar:

  1. Pulau sekecil itu harus menanggung sampah kurang jd perhatian pemerintahnya ya.
    Pantesan pas makan siang di pulau cateringnya pake lunchbox yg bisa dipake berkali kali ya

    BalasHapus
  2. betul sekali. Pemerintah masih perlu banyak berbenah. Nampaknya mereka belum bisa belajar dari pulau-pulau lain yang sudah lebih dulu hancur karena kurangnya perhatian. Kalau sudah hancur, baru kalang kabut. Padahal justru perlu tindakan preventiv, jangan selalu sudah kejadian baru teriak aksi. Sangat disayangkan

    BalasHapus